Kisah Sahabat Umair bin Sa’d Al Anshary
Bocah yang bernama Umair bin Sa’ad al-Anshari telah merasakan hidup sebagai yatim dan orang miskin sejak kecilnya. Ayahnya telah kembali ke pangkuan Tuhan tanpa meninggalkan harta atau orang yang akan membiayainya.
Namun ibunya berhasil untuk menikah lagi dengan seorang hartawan dari suku Aus yang dikenal dengan Al-Julas bi Suwaid. Pria ini kemudian menanggung biaya hidup Umair dan menjadikan ia sebagai anggota keluarga. Umair merasakan kebaikan, asuhan dan perasaan lembut yang dimiliki Al-Julas sehingga membuatnya terlupa bahwa dia adalah seorang yatim.
Umair mencintai Al-Julas seperti ayahnya sendiri. Sebagaimana Al-Julas mencintai Umair seperti layaknya seorang anaknya.
Semakin Umair bertambah dewasa, maka Al-Julas semakin cinta kepadanya. Sebab Al-Julas mendapati bahwa Umair memiliki tanda-tanda kecerdasan dan kemuliaan yang terlihat dari setiap amalnya. Ia juga memiliki sifat amanah, jujur yang terlihat dari perilakunya.
***
Pemuda yang bernama Umair memeluk Islam pada saat ia masih belia, belum genap 10 tahun. Iman merasuk ke dalam sebuah ruang di hatinya dan tidak berlari dari tempatnya. Ia juga mendapati Islam dalam jiwanya yang masih suci dan bersih. Meski masih dalam usia belia, namun ia tidak pernah absen dari shalat berjamaah di belakang Rasulullah. Ibunya merasa bahagia setiap kali melihatnya pergi ke masjid atau kembali darinya. Terkadang bersama suaminya, terkadang ia berangkat sendiri saja.
***
Beginilah kehidupan pemuda Umair berlangsung; tenang tanpa ada halangan dan tidak ada kekeruhan. Sehingga kehendak Allah menentukan bahwa bocah yang hampir baligh ini akan mendapatkan cobaan yang paling berat, dan memberikannya ujian yang jarang diterima oleh pemuda dalam usianya.
Pada tahun ke-9 Hijriyah, Rasulullah SAW mengumumkan niatnya untuk menyerang Romawi di Tabuk. Beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap-siap.
Kebiasaan Rasulullah adalah jika beliau hendak melakukan perang, beliau tidak akan menceritakannya. Manusia menduga bahwa Rasulullah akan menuju suatu arah yang sebenarnya bukan itu yang dimaksud. Kecuali dalam perang Tabuk. Dalam perang ini, Rasul menceritakan niatnya kepada seluruh manusia karena jauhnya jarak, beratnya penderitaan, dan kuatnya musuh manusia agar semua mengerti akan tugas mereka. Agar mereka dapat mempersiapkan dengan baik tugas ini.
Meskipun musim panas telah datang, cuaca panas terik terasa, buah-buahan telah masak, bayangan telah sempurna dan jiwa manusia menjadi malas dan tak mau bergerak. Meski demikian kaum Muslimin memenuhi seruan Nabi mereka dan langsung bersiap-siap.
Namun sebagian kaum Munafikin membuat tekad kaum Muslimin melemah, membuat mereka ragu, dan menjelek-jelekkan Rasulullah dan mengucapkan kata-kata yang dapat menjerumuskan mereka dalam kekufuran.
***
Pada suatu hari ketika pasukan Muslimin akan berangkat, pemuda yang bernama Umair bin Sa’ad kembali ke rumahnya setelah menyelesaikan shalat di masjid. Hatinya dipenuhi dengan sekumpulan kisah menarik dari pengorbanan kaum Muslimin yang ia lihat dengan matanya dan ia dengar lewat telinganya.
Ia melihat para wanita kaum Muhajirin dan Anshar yang datang menghadap Rasulullah lalu melepaskan dan memberikan perhiasan mereka kepada beliau untuk membayar biaya pasukan yang berperang di jalan Allah.
Ia melihat dengan mata kepalanya bahwa Utsman bin Affan membawa sebuah kantong yang berisikan 1000 dinar emas dan diberikan kepada Nabi SAW. Ia menyaksikan Abdurrahman bin Auf membawa di atas lehernya 100 awqiyah dari emas dan diberikan kepada Rasulullah. Bahkan ia juga melihat seorang pria yang menjual kudanya untuk dibelikan pedang sehingga ia dapat berjuang di jalan Allah.
Maka Umair bin Sa’ad menjadi amat kagum dengan peristiwa tersebut, dan ia merasa aneh mengapa Al-Julas tidak bersegera untuk siap dan berangkat bersama Rasulullah, dan mengapa ia terlambat memberikan bantuan padahal ia adalah orang yang mampu dan memiliki keluasan.
Maka Umair berusaha untuk membangkitkan semangat Al-Julas dan memotivasinya. Umai menceritakan kisah tentang apa yang telah ia lihat dan ia dengar. Khususnya kisah beberapa Muslimin yang datang menghadap Rasulullah dan meminta beliau agar mengizinkan mereka untuk bergabung dengan pasukan Muslimin berjihad di jalan Allah. Namun Rasul menolak permintaan mereka sebab mereka tidak memiliki kendaraan yang dapat membawa mereka ke sana. Maka orang-orang tadi kembali dengan mata berlinang karena merasa sedih sebab mereka tidak menemukan harta yang dapat mewujudkan keinginan mereka untuk berjihad, dan mewujudkan impian mereka untuk mendapatkan kesyahidan.
Akan tetapi setelah Al-Julas mendengarkan pembicaraan Umair, maka meluncurlah dari mulut Julas perkataan yang membuat heran Umair saat ia mendengarnya, “Jika Muhammad benar sebagaimana pengakuannya bahwa ia adalah seorang Nabi, bila demikian maka kita adalah lebih buruk dari keledai.”
Umair kaget dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak pernah mendengar bahwa seseorang yang berakal dan dewasa seperti Al-Julas keluar dari mulutnya kalimat yang dapat mengeluarkan orang yang mengucapkannya dari keimanan dengan serta-merta, dan memasukkannya dalam kekafiran.
Sebagaimana alat hitung yang canggih dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang dilontarkan kepadanya, maka akal Umair bin Sa’ad segera berpikir untuk mengerjakan apa yang semestinya ia lakukan.
Ia menduga bahwa berdiam diri dari apa yang dikatakan Al-Julas lalu menutupinya adalah sebuah pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya, juga dapat mencelakai Islam sebagaimana yang sering dilakukan oleh kaum munafik.
Ia juga mengira bahwa mengumumkan kepada orang lain apa yang ia dengar dari Al-Julas merupakan kedurhakaan dirinya kepada orang yang telah menjadi seperti ayah baginya, dan membalas air susu dengan air tuba. AL-Julas lah yang telah memelihara dia yang tadinya hanyalah seorang Yatim. Ia telah mencukupkan kebutuhan dirinya dari kefakiran, dan menggantikan posisi ayahnya.
Tiada lain, bagi bocah ini haruslah memilih mana yang paling manis dari dua pilihan pahit. Sesegera mungkin Umair memilih….
Ia menatap Al-Julas sambil berkata, “Demi Allah, wahai Julas, tidak ada orang yang lebih aku cintai setelah Muhammad bin Abdullah selain engkau…. Engkau adalah orang yang aku sayangi. Engkau adalah orang yang paling mencintaiku. Namun engkau telah mengucapkan kalimat yang bila aku ceritakan kepada orang lain, maka aku sudah membuatmu sulit. Namun jika aku sembunyikan itu, berarti aku telah mengkhianati amanahku dan aku sama saja mencelakakan agama dan diriku. Aku bertekad untuk datang menghadap Rasulullah dan menceritakan apa yang telah engkau katakan. Sadarilah apa yang telah engkau lakukan.
***
Umair bin Sa’ad berangkat ke masjid dan menceritakan kepada Rasulullah apa yang telah ia dengar dari Al-Julas bin Suwaid.
Maka Rasulullah meminta Umair tinggal bersamanya dan beliau mengirim salah seorang sahabatnya untuk memanggil Al-Julas.
Tidak berselang lama, maka datanglah Al-Julas kemudian ia memberi salam kepada Rasulullah lalu duduk di hadapan beliau. Rasulullah bertanya kepada Al-Julas, “Ucapan apa yang engkau katakan dan didengar oleh Umair bin SA’ad….?!” Rasulullah menyebutkan seperti apa yang telah ia ucapkan. Lalu Al-Julas berkata, “Dia telah berbohong tentangku dan telah membuat-buatnya, wahai Rasulullah! Aku tidak pernah mengucapkan hal itu.”
Maka para sahabat memandangi Al-Julas dan Umair bin Sa’ad seolah mereka ingin melihat dari roman wajah keduanya apa yang tersimpan di dalam dada.
Lalu mereka saling berbisik. Salah seorang yang memiliki penyakit di hatinya berkata, “Ini adalah pemuda yang durhaka. Ia mau membalas kebaikan orang yang mengasuhnya dengan keburukan.”
Salah seorang lagi mengatakan, “Malah, anak ini tumbuh dalam ketaatan kepada Allah. Raut mukanya menggambarkan hal itu.”
Rasulullah memandang Umair. Beliau mendapati wajah Umair memerah, dan air mata mengalir dari bola matanya. Air mata tersebut menetes di pipi dan dadanya, dan ia berdoa, “Ya Allah, turunkanlah bukti kepada Nabi-Mu apa yang telah aku ceritakan kepadanya…. Ya Allah, turunkanlah bukti kepada Nabi-Mu apa yang telah aku ceritakan kepadanya.”
Maka berdirilah Al-Julas sambil berkata, “Apa yang aku ceritakan kepadamu adalah benar, ya Rasulullah. Jika engkau berkenan, kami akan bersumpah di hadapanmu. Aku bersumpah kepada Allah bahwa aku tidak mengatakan seperti apa yang disampaikan Umair kepadamu.”
Al-Julas tidak berhenti mengucapkan sumpahnya sehingga mata manusia tertuju kepada Umair bin Sa’ad sehingga Rasulullah terdiam. Para sahabat tahu bahwa ini pertanda turunnya wahyu. Mereka berdiri tak bergeming. Tidak satu pun yang bergerak. Mereka membeku dan pandangan mereka tertuju kepada Rasulullah SAW.
Saat itu, barulah muncul rona ketakutan dan malu di wajah Al-Julas, dan muncullah kemenangan pada Umair. Semua orang merasakan itu sehingga Rasulullah siuman lagi. Beliau lalu membaca, “Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (QS. at-Taubah: 74)
Al-Julas gemetar ketakutan usai mendengar ayat tersebut. Hampir saja lisannya terlilit karena takut. Kemudian ia menatap Rasulullah SAW dan berkata, “Aku bertaubat, ya Rasulullah…. aku bertaubat. Umair benar, ya Rasulullah, dan aku adalah orang yang telah berdusta. Pintalah Allah untuk menerima taubatku, aku siap menjadi tebusanmu, ya Rasulullah!”
Lalu Rasulullah SAW melihat ke arah Umair bin Sa’ad, rupanya air mata kebahagiaan telah membasuh wajahnya yang bersinar dengan cahaya iman.
Lalu Rasulullah menjulurkan tangannya yang mulia ke telinga Umair dan memegangnya dengan lembut sambil berkata, “Telingamu telah jujur mendengarkan, wahai anak, dan Tuhanmu telah membenarkanmu.”
***
Al-Julas kembali ke pangkuan Islam dan ia menjalankan keislamannya dengan baik. Para sahabat mengetahui perbaikan kondisinya karena ia memberikan banyak kebaikan kepada Umair.
Al-Julas berkata setiap kali diingatkan tentang Umair, “Allah akan membalasnya atas kebaikan yang ia lakukan kepadaku. Ia telah menyelamatkan aku dari kekafiran, dan membebaskan diriku dari api neraka.”
Wa ba’du…. ini bukanlah kisah yang paling menarik dalam hidup seorang pemuda yang menjadi sahabat Rasul bernama Umair bin Sa’ad.
Dalam hidupnya banyak sekali kisah yang lebih baik dan menarik.
Namun ibunya berhasil untuk menikah lagi dengan seorang hartawan dari suku Aus yang dikenal dengan Al-Julas bi Suwaid. Pria ini kemudian menanggung biaya hidup Umair dan menjadikan ia sebagai anggota keluarga. Umair merasakan kebaikan, asuhan dan perasaan lembut yang dimiliki Al-Julas sehingga membuatnya terlupa bahwa dia adalah seorang yatim.
Umair mencintai Al-Julas seperti ayahnya sendiri. Sebagaimana Al-Julas mencintai Umair seperti layaknya seorang anaknya.
Semakin Umair bertambah dewasa, maka Al-Julas semakin cinta kepadanya. Sebab Al-Julas mendapati bahwa Umair memiliki tanda-tanda kecerdasan dan kemuliaan yang terlihat dari setiap amalnya. Ia juga memiliki sifat amanah, jujur yang terlihat dari perilakunya.
***
Pemuda yang bernama Umair memeluk Islam pada saat ia masih belia, belum genap 10 tahun. Iman merasuk ke dalam sebuah ruang di hatinya dan tidak berlari dari tempatnya. Ia juga mendapati Islam dalam jiwanya yang masih suci dan bersih. Meski masih dalam usia belia, namun ia tidak pernah absen dari shalat berjamaah di belakang Rasulullah. Ibunya merasa bahagia setiap kali melihatnya pergi ke masjid atau kembali darinya. Terkadang bersama suaminya, terkadang ia berangkat sendiri saja.
***
Beginilah kehidupan pemuda Umair berlangsung; tenang tanpa ada halangan dan tidak ada kekeruhan. Sehingga kehendak Allah menentukan bahwa bocah yang hampir baligh ini akan mendapatkan cobaan yang paling berat, dan memberikannya ujian yang jarang diterima oleh pemuda dalam usianya.
Pada tahun ke-9 Hijriyah, Rasulullah SAW mengumumkan niatnya untuk menyerang Romawi di Tabuk. Beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap-siap.
Kebiasaan Rasulullah adalah jika beliau hendak melakukan perang, beliau tidak akan menceritakannya. Manusia menduga bahwa Rasulullah akan menuju suatu arah yang sebenarnya bukan itu yang dimaksud. Kecuali dalam perang Tabuk. Dalam perang ini, Rasul menceritakan niatnya kepada seluruh manusia karena jauhnya jarak, beratnya penderitaan, dan kuatnya musuh manusia agar semua mengerti akan tugas mereka. Agar mereka dapat mempersiapkan dengan baik tugas ini.
Meskipun musim panas telah datang, cuaca panas terik terasa, buah-buahan telah masak, bayangan telah sempurna dan jiwa manusia menjadi malas dan tak mau bergerak. Meski demikian kaum Muslimin memenuhi seruan Nabi mereka dan langsung bersiap-siap.
Namun sebagian kaum Munafikin membuat tekad kaum Muslimin melemah, membuat mereka ragu, dan menjelek-jelekkan Rasulullah dan mengucapkan kata-kata yang dapat menjerumuskan mereka dalam kekufuran.
***
Pada suatu hari ketika pasukan Muslimin akan berangkat, pemuda yang bernama Umair bin Sa’ad kembali ke rumahnya setelah menyelesaikan shalat di masjid. Hatinya dipenuhi dengan sekumpulan kisah menarik dari pengorbanan kaum Muslimin yang ia lihat dengan matanya dan ia dengar lewat telinganya.
Ia melihat para wanita kaum Muhajirin dan Anshar yang datang menghadap Rasulullah lalu melepaskan dan memberikan perhiasan mereka kepada beliau untuk membayar biaya pasukan yang berperang di jalan Allah.
Ia melihat dengan mata kepalanya bahwa Utsman bin Affan membawa sebuah kantong yang berisikan 1000 dinar emas dan diberikan kepada Nabi SAW. Ia menyaksikan Abdurrahman bin Auf membawa di atas lehernya 100 awqiyah dari emas dan diberikan kepada Rasulullah. Bahkan ia juga melihat seorang pria yang menjual kudanya untuk dibelikan pedang sehingga ia dapat berjuang di jalan Allah.
Maka Umair bin Sa’ad menjadi amat kagum dengan peristiwa tersebut, dan ia merasa aneh mengapa Al-Julas tidak bersegera untuk siap dan berangkat bersama Rasulullah, dan mengapa ia terlambat memberikan bantuan padahal ia adalah orang yang mampu dan memiliki keluasan.
Maka Umair berusaha untuk membangkitkan semangat Al-Julas dan memotivasinya. Umai menceritakan kisah tentang apa yang telah ia lihat dan ia dengar. Khususnya kisah beberapa Muslimin yang datang menghadap Rasulullah dan meminta beliau agar mengizinkan mereka untuk bergabung dengan pasukan Muslimin berjihad di jalan Allah. Namun Rasul menolak permintaan mereka sebab mereka tidak memiliki kendaraan yang dapat membawa mereka ke sana. Maka orang-orang tadi kembali dengan mata berlinang karena merasa sedih sebab mereka tidak menemukan harta yang dapat mewujudkan keinginan mereka untuk berjihad, dan mewujudkan impian mereka untuk mendapatkan kesyahidan.
Akan tetapi setelah Al-Julas mendengarkan pembicaraan Umair, maka meluncurlah dari mulut Julas perkataan yang membuat heran Umair saat ia mendengarnya, “Jika Muhammad benar sebagaimana pengakuannya bahwa ia adalah seorang Nabi, bila demikian maka kita adalah lebih buruk dari keledai.”
Umair kaget dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak pernah mendengar bahwa seseorang yang berakal dan dewasa seperti Al-Julas keluar dari mulutnya kalimat yang dapat mengeluarkan orang yang mengucapkannya dari keimanan dengan serta-merta, dan memasukkannya dalam kekafiran.
Sebagaimana alat hitung yang canggih dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang dilontarkan kepadanya, maka akal Umair bin Sa’ad segera berpikir untuk mengerjakan apa yang semestinya ia lakukan.
Ia menduga bahwa berdiam diri dari apa yang dikatakan Al-Julas lalu menutupinya adalah sebuah pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya, juga dapat mencelakai Islam sebagaimana yang sering dilakukan oleh kaum munafik.
Ia juga mengira bahwa mengumumkan kepada orang lain apa yang ia dengar dari Al-Julas merupakan kedurhakaan dirinya kepada orang yang telah menjadi seperti ayah baginya, dan membalas air susu dengan air tuba. AL-Julas lah yang telah memelihara dia yang tadinya hanyalah seorang Yatim. Ia telah mencukupkan kebutuhan dirinya dari kefakiran, dan menggantikan posisi ayahnya.
Tiada lain, bagi bocah ini haruslah memilih mana yang paling manis dari dua pilihan pahit. Sesegera mungkin Umair memilih….
Ia menatap Al-Julas sambil berkata, “Demi Allah, wahai Julas, tidak ada orang yang lebih aku cintai setelah Muhammad bin Abdullah selain engkau…. Engkau adalah orang yang aku sayangi. Engkau adalah orang yang paling mencintaiku. Namun engkau telah mengucapkan kalimat yang bila aku ceritakan kepada orang lain, maka aku sudah membuatmu sulit. Namun jika aku sembunyikan itu, berarti aku telah mengkhianati amanahku dan aku sama saja mencelakakan agama dan diriku. Aku bertekad untuk datang menghadap Rasulullah dan menceritakan apa yang telah engkau katakan. Sadarilah apa yang telah engkau lakukan.
***
Umair bin Sa’ad berangkat ke masjid dan menceritakan kepada Rasulullah apa yang telah ia dengar dari Al-Julas bin Suwaid.
Maka Rasulullah meminta Umair tinggal bersamanya dan beliau mengirim salah seorang sahabatnya untuk memanggil Al-Julas.
Tidak berselang lama, maka datanglah Al-Julas kemudian ia memberi salam kepada Rasulullah lalu duduk di hadapan beliau. Rasulullah bertanya kepada Al-Julas, “Ucapan apa yang engkau katakan dan didengar oleh Umair bin SA’ad….?!” Rasulullah menyebutkan seperti apa yang telah ia ucapkan. Lalu Al-Julas berkata, “Dia telah berbohong tentangku dan telah membuat-buatnya, wahai Rasulullah! Aku tidak pernah mengucapkan hal itu.”
Maka para sahabat memandangi Al-Julas dan Umair bin Sa’ad seolah mereka ingin melihat dari roman wajah keduanya apa yang tersimpan di dalam dada.
Lalu mereka saling berbisik. Salah seorang yang memiliki penyakit di hatinya berkata, “Ini adalah pemuda yang durhaka. Ia mau membalas kebaikan orang yang mengasuhnya dengan keburukan.”
Salah seorang lagi mengatakan, “Malah, anak ini tumbuh dalam ketaatan kepada Allah. Raut mukanya menggambarkan hal itu.”
Rasulullah memandang Umair. Beliau mendapati wajah Umair memerah, dan air mata mengalir dari bola matanya. Air mata tersebut menetes di pipi dan dadanya, dan ia berdoa, “Ya Allah, turunkanlah bukti kepada Nabi-Mu apa yang telah aku ceritakan kepadanya…. Ya Allah, turunkanlah bukti kepada Nabi-Mu apa yang telah aku ceritakan kepadanya.”
Maka berdirilah Al-Julas sambil berkata, “Apa yang aku ceritakan kepadamu adalah benar, ya Rasulullah. Jika engkau berkenan, kami akan bersumpah di hadapanmu. Aku bersumpah kepada Allah bahwa aku tidak mengatakan seperti apa yang disampaikan Umair kepadamu.”
Al-Julas tidak berhenti mengucapkan sumpahnya sehingga mata manusia tertuju kepada Umair bin Sa’ad sehingga Rasulullah terdiam. Para sahabat tahu bahwa ini pertanda turunnya wahyu. Mereka berdiri tak bergeming. Tidak satu pun yang bergerak. Mereka membeku dan pandangan mereka tertuju kepada Rasulullah SAW.
Saat itu, barulah muncul rona ketakutan dan malu di wajah Al-Julas, dan muncullah kemenangan pada Umair. Semua orang merasakan itu sehingga Rasulullah siuman lagi. Beliau lalu membaca, “Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (QS. at-Taubah: 74)
Al-Julas gemetar ketakutan usai mendengar ayat tersebut. Hampir saja lisannya terlilit karena takut. Kemudian ia menatap Rasulullah SAW dan berkata, “Aku bertaubat, ya Rasulullah…. aku bertaubat. Umair benar, ya Rasulullah, dan aku adalah orang yang telah berdusta. Pintalah Allah untuk menerima taubatku, aku siap menjadi tebusanmu, ya Rasulullah!”
Lalu Rasulullah SAW melihat ke arah Umair bin Sa’ad, rupanya air mata kebahagiaan telah membasuh wajahnya yang bersinar dengan cahaya iman.
Lalu Rasulullah menjulurkan tangannya yang mulia ke telinga Umair dan memegangnya dengan lembut sambil berkata, “Telingamu telah jujur mendengarkan, wahai anak, dan Tuhanmu telah membenarkanmu.”
***
Al-Julas kembali ke pangkuan Islam dan ia menjalankan keislamannya dengan baik. Para sahabat mengetahui perbaikan kondisinya karena ia memberikan banyak kebaikan kepada Umair.
Al-Julas berkata setiap kali diingatkan tentang Umair, “Allah akan membalasnya atas kebaikan yang ia lakukan kepadaku. Ia telah menyelamatkan aku dari kekafiran, dan membebaskan diriku dari api neraka.”
Wa ba’du…. ini bukanlah kisah yang paling menarik dalam hidup seorang pemuda yang menjadi sahabat Rasul bernama Umair bin Sa’ad.
Dalam hidupnya banyak sekali kisah yang lebih baik dan menarik.
Comments
Post a Comment